Baca Juga
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Ibadah ini wajib hukumnya bagi mereka yang mampu melaksanakan setelah syahadat, shalat, shaum (berpuasa), dan zakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'la,
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ ۖ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran [3]: 97)
Ulama sepakat juga bahwa kewajiban haji tidak bersifat fauri (bersifat segera), tetapi dapat ditunda, sampai pada tahap Istitoah (mampu), baik dari segi fisik dan materi, serta bekalnya.
Jika persyaratannya kurang, misalkan mampu dari segi financial, tetapi fisiknya sudah lemah, atau keamanan tidak menjamin, maka tidak wajib menunaikan ibadah haji. Tetapi, jika tetap berangkat, maka termasuk sudah termasuk memenuhi panggilan haji wajib.
Jika persyaratannya kurang, misalkan mampu dari segi financial, tetapi fisiknya sudah lemah, atau keamanan tidak menjamin, maka tidak wajib menunaikan ibadah haji. Tetapi, jika tetap berangkat, maka termasuk sudah termasuk memenuhi panggilan haji wajib.
Jika dilihat dari segi sejarah, ibadah haji merupakan syari'at yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ untuk memperbaharui serta menyambung ajaran Nabi Ibrahim 'alaihissalam. Pada hakekatnya, haji itu adalah napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim dan Isma'il 'alaihimussalam di dalam melaksanakan perintah-Nya.
Setelah membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim 'alaihissalam diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'la untuk menunaikan ibadah haji sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Ta'ala,
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai onta yang kurus. Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj [22]: 27).
Nabi Ibrahim datang ke Makkah untuk melakukan haji setiap tahun. Setelah beliau wafat, anak keturunan beliau melanjutkan ritual ini. Akan tetapi sebagian dari praktik-praktik ibadah haji tersebut pada masa-masa selanjutnya diselewengkan oleh sebagian umat yang tidak bertanggungjawab sehingga jauh dari substansi awalnya sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim 'alaihissalam.
Selama periode pra-Islam, orang Arab dan sekitarnya selalu mengunjungi Makkah setiap tahun. Mereka datang dengan tujuan melaksanakan ibadah haji, sekaligus berniaga (bisnis). Mereka juga memiliki tuhan-tuhan (sesembahan) khusus yang mengitari Baitullah. Selama musim haji, mereka mengadakan festival dan kegiatan seperti kompetisi puisi. Puisi-puisi yang paling terkenal yang digunakan dipajang di dinding Ka’bah. Kegiatan dan pertunjukan yang tidak dapat diterima lainnya juga berlangsung selama masa haji.
Shibli Nomani menyebutkan bahwa orang-orang Arab saat itu tidak berjalan di antara perbukitan Shafa dan Marwah atau berkumpul di Arafah. Tapi mereka biasa menghabiskan satu hari di daerah terpencil di luar Makkah dan kembali ke Makkah untuk mengelilingi Ka’bah.
Keadaan menyedihkan ini berlanjut selama hampir dua setengah ribu tahun dan baru berubah setelah periode Rasulullah ﷺ.
Pada tahun 6 Hijriyah/ 628 Masehi, Rasulullah ﷺ atas perintah Allah Subhanahu wa Ta'la hendak menunaikan ibadah haji bersama sekitar 1500 sahabat. Mereka berangkat menuju Makkah dengan mengenakan pakaian ihram dan membawa hewan-hewan qurban untuk disembelih.
Akan tetapi ketika dalam perjalanan ibadah haji yang pertama ini, mereka tertahan oleh kaum musyrikin Quraisy di Hudaibiyah yang telah berjaga untuk menghadang Rasulullah bersama para sahabat supaya tidak bisa lewat untuk pergi ke Makkah.
Pada saat itu, Rasulullah ﷺ tidak menginginkan terjadi peperangan, oleh karenanya mereka berunding untuk melakukan sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah.
Inti dari Perjanjian Hudaibiyah itu adalah :
Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (ﷺ) dan Suhail bin 'Amr, perwakilan Quraisy.
- Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun.
- Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (ﷺ), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas.
- Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (ﷺ) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seseorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan.
- Tahun ini Muhammad (ﷺ) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Makkah, untuk melakukan thawaf di sana selama tiga hari.
- Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Makkah."
Secara sekilas saja Perjanjian Hudaibiyah ini sangat merugikan kaum muslimin, melihat poin nomer 1 saja dari perjanjian tersebut, ketika kaum Quraisy meminta gencatan senjata, padahal kondisi mereka pada waktu itu dalam keadaan lemah, karena memang sebelumnya mereka telah kalah pada Perang Khandaq.
Meskipun Perjanjian Hudaibiyah ini banyak diprotes oleh para sahabat, tetapi Rasulullah ﷺ memiliki pendapat lain. Salah satu bukti dari keberhasilan Rasulullah ﷺ dalam menyetujui perjanjian ini adalah diakuinya penduduk Madinah oleh kaum Quraisy. Otomatis ketika penduduk Madinah mendapat pengakuan dari kaum Quraisy yang merupakan suku paling dihormati di daerah Arab, Madinah menjadi punya otoritas sendiri dan diakui oleh kaum-kaum lainnya. Selain itu umat Islam bebas dalam menunaikan ibadah dan tidak mendapat teror dari kaum kafir Quraisy.
Dan ketika Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh kaum Quraisy, pada tanggal 10 Ramadhan 8 Hijriyah, Rasulullah ﷺ beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah.
Rasulullah ﷺ beserta rombongan para sahabat memasuki Masjidil Haram dengan dikelilingi kaum Muhajirin dan Anshar.. Setelah thawaf mengelilingi Ka'bah, Rasulullah ﷺ mulai menghancurkan berhala dan membersihkan Ka'bah. Dan selesailah pembebasan Makkah.
Tahun berikutnya, Abu Bakar radhiyallahu 'anhu, memimpin 300 Muslim untuk melakukan ibadah haji di Makkah. Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berbicara kepada orang-orang, yang menentukan ritual haji yang baru. Dia menyatakan bahwa tidak ada orang kafir atau telanjang yang diizinkan untuk mengelilingi Ka’bah dari tahun berikutnya.
Hingga tahun kesepuluh setelah Hijrah (632 M), Rasulullah ﷺ melakukan haji terakhir dan terakhir dengan sejumlah besar umat Islam, dan dia mengajar mereka ritual haji dan tata krama untuk melakukan ibadah haji.
Di padang gurun Arafah, Rasulullah ﷺ menyampaikan pidatonya yang terkenal (pidato Haji Wada) kepada mereka yang hadir di sana. Di situlah Rasulullah ﷺ menyampaikan firman Allah, bahwa pada hari ini Allah telah menyempurnakan agamamu dan melengkapi nikmat Allah atasmu dan telah menyetujui Islam sebagai agamamu.
Sepanjang hidupnya, Rasulullah ﷺ melakukan umrah sebanyak empat kali dan haji 1 kali. Haji tersebut disebut Hijjatul Wada atau Hijjatul Islam, atau Hijjatul Balagh karena tidak lama setelah itu Rasulullah wafat.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum, ia berkata, “Rasulullah ﷺ mengerjakan umrah sebanyak empat kali. (Yaitu) umrah Hudaibiyah, umrah Qadha`, umrah ketiga dari Ji’ranah, dan keempat (umrah) yang bersamaan dengan pelaksanaan haji beliau.” (HR. Tirmidzi, no 816 dan dan Ibnu Majah no. 2450)
Pada saat itu, Rasulullah ﷺ berangkat ke Madinatul Munawawarah tanggal 25 Dzulqa'dah tahun 10 Hijriyah, hari Sabtu. Beliau berangkat bersama istri dan sahabat-sahabatnya sekitar 90.000 orang.
Rasulullah ﷺ saat itu telah menyempurnakan syarat-syarat sunnah ihram, memakai ihram, serta berniat ihram di Dzulhulaifah. Kini tempat tersebut dinamai Bir Ali, sekitar 10 km dari Madinah. Tanggal 4 Dzulhijjah Rasulullah ﷺ baru sampai di Mekkah setelah menempuh perjalanan selama 9 hari. Beliau kemudian berangkat ke Mina tanggal 8 Dzulhijjah dan bermalam di sana.
Rasulullah ﷺ kemudian berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wukuf tanggal 9 Dzulqaidah yang jatuh pada hari Jum'at. Rasulullah ﷺ telah menyempurnakan seluruh rukun serta wajib haji sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Tanggal 14 Dzulhijjah Rasulullah ﷺ berangkat meninggalkan Mekkah menuju Madinah.
Tiga cara ibadah haji mulai diperkenalkan sejak 4 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah. Tiga cara ibadah haji tersebut antara lain pertama, Haji Tamattu’ (bersenang-senang, yaitu dilakukan umrah dulu, baru haji); kedua, haji Ifrad (mandiri, haji dulu baru umrah); dan ketiga, haji Qiran (ibadah haji dan umrah dilakukan secara bersamaan).
Wallahu a'lam.
Terimakasih sudah berkunjung & berbagi. ( Lintang Sanga )