Home » » Dalil Amaliyah Setelah Shalat

Dalil Amaliyah Setelah Shalat

Baca Juga


1. Salaman Setelah Shalat


Bersalaman setelah shalat memiliki dalil dari dua hadits shahih berikut:
  • Nabi bersalaman setelah shalat Ashar
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ ، وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ، وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ ، فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ ، قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ ، فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِى ، فَإِذَا هِىَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ - رواه البخارى

Sahabat Abu Juhaifah berkata: “Nabi keluar saat terik panas matahari ke kawasan Batha, kemudian Nabi berwudhu, lalu shalat Dzuhur dan Ashar. Para Sahabat berdiri memegang kedua tangan Nabi dan mengusapkan ke wajah mereka. Saya pun memegang tangan Nabi dan saya letakkan di wajah saya. Ternyata tangan Nabi lebih dingin dari salju dan lebih harum dari pada minyak kasturi” (HR. Bukhari)

  • Nabi bersalaman setelah shalat Shubuh
عَنْ يَزِيدَ بْنِ الأَسْوَدِ السُّوَائِىَّ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- الصُّبْحَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ. قَالَ َأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِى فَوَجَدْتُهَا أَبْرَدَ مِنَ الثَّلْجِ وَأَطْيَبَ رِيحاً مِنَ الْمِسْكِ - رواه أحمد

Dari Yazid bin Aswad As-Suwai, bahwa ia shalat Shubuh dengan Nabi, lalu para Sahabat berdiri memegang tangan Nabi dan mengusap ke wajah mereka. Saya pun memegang tangan Nabi dan saya letakkan di wajah saya. Ternyata tangan Nabi lebih dingin dari salju dan lebih harum daripada minyak kasturi” (HR. Ahmad)

Para ulama ahli hadits mengutip pendapat Syeikh Izzuddin bin Abd Salam bahwa bersalaman sesudah Ashar dan Shubuh adalah boleh. 

Sementara ulama kita meng-qiyaskan kedua dalil tersebut ke shalat lainnya, baik Dzuhur, Maghrib maupun Isya.

2. Dzikir Dengan Suara Keras


اِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ - رواه البخاري

Ibnu Abbas berkata, ”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir setelah para Sahabat selesai melakukan shalat wajib sudah ada sejak masa Nabi Muhammad .” Ibnu Abbas berkata, “Saya mengetahui yang demikian setelah mereka melakukan shalat wajib dan saya mendengarnya.” (HR.. Bukhari)

Jika ada yang menyanggah bahwa dalil hanya dalam beberapa shalat saja, maka hadits berikut menunjukkan jika Nabi sering mengeraskan bacaan dzikirnya:

كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ حِينَ يُسَلِّمُ « لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ». وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ

Ibnu Zubair membaca setiap selesai shalat setelah salam berupa dzikir: “La ilaha illa Allah wahdahu la syarika lahu...” Ibnu Zubair berkata, “Rasulullah membaca dzikir tersebut dengan keras setiap selesai shalat” (HR. Muslim)

3. Imam Menghadap Kemana Setelah Salam?


Para kyai kita setelah shalat lebih banyak menghadap ke utara, bukan ke timur sehingga berhadapan dengan jama'ah. Amaliyah tersebut berdasarkan hadits berikut:

عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ - رواه مسلم

Al-Barra berkata, “Jika kami shalat di belakang Nabi, maka kami senang berada di kanan Nabi. Beliau menghadap dengan wajahnya kepada kami” (HR. Muslim)

Lebih kuat mana dalil yang menunjukkan imam menghadap ke utara atau ke timur? Berikut ulasannya:

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ : تَدَبَّرْتُ الْاَحَادِيْثَ الَّتِيْ رُوِيَتْ فِي إسْتِقْبَالِ النَّبِي- صلى الله عليه وسلم - النَّاسَ بِوَجْهِهِ ، فَوَجَدْتُ انْحِرَافَهُ عَنْ يَمِيْنِهِ أَثْبَتَ .... وَلِلشَّافِعِيَّةِ وَجْهَانِ وَالثَّانِي : أَنَّ الْاِنْفِتَالَ عَنْ يَمِيْنِهِ أَفْضَلُ .

Ibnu Abi Hatim berkata, “Setelah saya cermati hadits-hadits yang meriwayatkan tentang Nabi menghadap ke arah jama'ah dengan wajah beliau, maka saya temukan bahwa Nabi menghadap ke arah kanan adalah hadits yang lebih kuat...” Menurut Syafiiyah ada dua pendapat. Pendapat kedua bahwa menghadap ke arah kanan [utara] lebih utama” (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Fath al-Bari 6/120)

4. Dzikir Memakai Tasbih


Kyai-kyai kita banyak yang gemar berdzikir menggunakan Tasbih. Sementara bagi ulama Wahabi Syeikh Ibnu Utsaimin yang membolehkan dzikir dengan Tasbih karena memiliki sumber riwayat, yaitu:

عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ عَنْ أَبِيهَا أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى امْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ - رواه ابو داود

Dari Sad bin Abi Waqqash bahwa Sad dan Nabi  datang kepada wanita yang di depannya ada batu/ kerikil untuk dia bertasbih. (HR. Abu Dawud)

Ada sebagian Sahabat juga bertasbih dengan alat:

كَانَ لِأَبِي الدَّرْدَاءِ نَوًى مِن نَوَى الْعَجْوَةِ حُسِبَتْ عَشْرًا أَوْ نَحْوَهَا فِي كَيْسٍ وَكَانَ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ أَقْعَى عَلَى فِرَاشِهِ ، فَأَخَذَ الْكَيْسَ فَأَخْرَجَهُنَّ وَاحِدَةً وَاحِدَةً يُسَبِّحُ بِهِنَّ فَإِذَا نَفَدْنَ أَعَادَهُنَّ وَاحِدَةً وَاحِدَةً ، كُلُّ ذَلِكَ يُسَبِّحُ بِهِنَّ

Abu Darda memiliki 10 biji Ajwa dalam sebuah wadah. Jika ia sudah shalat Shubuh maka ia kembali ke tempat tidurnya, lalu mengambil wadah dan mengeluarkan satu persatu biji tadi seraya membaca tasbih. Jika selesai ia ulangi lagi satu persatu. Kesemuanya ia bacakan tasbih. (Ahmad bin Hanbal, kitab az-Zuhud)

Mufti Al-Azhar, Syeikh Athiyah Shaqr memberi kesimpulan

وَأَقُوْلُ : إِذَا كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "وَاعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَاِنَّهُنَّ مَسْئُوْلَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ " فَإِنَّ حَبَّاتِ الْمُسَبِّحَةِ لَا تُحَرِّكُهَا فِى يَدِ الإِنْسَانِ إِلَّا الْأَنَامِلُ 

Saya katakan: “Jika Nabi bersabda, “Hitunglah dzikir dengan jari, karena jari akan ditanya dan diminta bicara [HR. At-Tirmidzi]”, maka biji-biji Tasbih hanya digerakkan oleh jari-jari pula” (Fatawa Al-Azhar 9/11). 

5. Do'a Dengan Mengangkat Tangan Setelah Shalat


Masalah ini merupakan hasil kesimpulan dari dua hadits berikut:

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ « جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ ». - رواه الترمذى

Abu Umamah berkata, “Wahai Rasul Allah, kapankah do'a yang paling dikabulkan?” Nabi menjawab, “Di tengah malam akhir dan selesai shalat wajib.” (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan)

عَنِ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الصَّلاَةُ مَثْنَى مَثْنَى تَشَهَّدُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَتَخَشَّعُ وَتَضَرَّعُ وَتَمَسْكَنُ وَتَذَرَّعُ وَتُقْنِعُ يَدَيْكَ يَقُولُ تَرْفَعُهُمَا إِلَى رَبِّكَ مُسْتَقْبِلاً بِبُطُونِهِمَا وَجْهَكَ وَتَقُولُ يَا رَبِّ يَا رَبِّ مَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَهِىَ خِدَاجٌ » - رواه الترمذى

Hadits: “Shalat itu 2-2 raka'at, tasyahud tiap 2 raka'at. Kau lakukan dengan khusyu', rendah diri, tenang dan engkau angkat kedua tanganmu kepada Tuhanmu menghadap bagian dalam tangan ke wajahmu, ucapkan “Ya Tuhanku”. Jika kau tidak melakukan demikian maka terasa kurang. (HR. At-Tirmidzi)

Dari kedua hadits ini Syeikh Al-Mubarakfuri mentarjih:

قُلْتُ : الْقَوْلُ الرَّاجِحُ عِنْدِي أَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ جَائِزٌ لَوْ فَعَلَهُ أَحَدٌ لَا بَأْسَ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .

Pendapat yang kuat menurut saya bahwa mengangkat kedua tangan saat do'a setelah shalat adalah boleh. Jika seseorang melakukannya maka boleh, insyaa Allah.” (Tuhfat Al-Ahwadzi 1/331)

Sumber: http://hujjahnu.com/2017/04/kupas-tuntas-dalil-amaliah-setelah-shalat.html

Terimakasih sudah berkunjung & berbagi. ( Lintang Sanga )


Previous
« Prev Post

Cari Artikel di Blog Ini